Perjalanan Golf Putra Sawangan

Akhir Januari kemarin, Hendri Nasim seperti kembali ke momentum awalnya ketika mengawali status profesionalnya dengan raihan gelar juara pada 2012 lalu. Araya Golf & Family Club menjadi saksi kegemilangan pegolf berusia 39 tahun ini. Penantian selama 12 tahun telah berakhir, dan mantan atlet SEA Games kembali merasakan kepercayaan diri setelah selama 3 windu mengalami jatuh-bangun dalam karier profesionalnya. Berikut obrolan lengkap dengan keponakan dari pegolf legenda Indonesia Maan Nasim:

Dua belas tahun adalah waktu yang nggak sebentar. Bagaimana bisa kembali ke momentum kemenangan itu? 

Dalam perjalanan dari 2012 ke 2024 ini, saya selalu berpikir mengapa saya nggak jadi juara lagi. Di masa-masa itu, saya hadapi banyak masalah, termasuk persoalan pribadi. Lalu, saya lihat senior saya, Indra Hermawan, dan juga junior Syukrizal (di 2023), kok mereka bisa juara? Saya perhatikan bagaimana permainan mereka. Dari situ, saya mulai giat berlatih lagi. Saya selalu yakin suatu saat akan ada hasilnya. Saya terus fokus berlatih. Alhamdulillah tahun 2024 ini terjawab. 

Ada keyakinan waktu itu bakal juara?

Sebelum jadi juara itu, saya masih kalah 4 stroke dari leader-nya. Buat ngejar 4 stroke dalam satu hari itu kan nggak gampang, apa lagi ada Kevin dan Benny (Kasiadi) yang stabil. Namun, saya yakin bahwa 4 bulan (dari Oktober) saya berlatih keras, masa sih nggak ada hasilnya. Jadi ya bismillah aja. Alhamdulillah berhasil. Seperti mimpi juga sih. Ternyata usaha itu tidak akan membohongi hasil. 

Bagaimana kondisi di Araya?

Di sana anginnya kencang, persis seperti Sedayu Golf. Jadi sudah terbiasa. Saya tetap yakin, saya bisa nih. Satu grup dengan Syukrizal, kami saling kasih support. “Bang, kita pasti bisa. Bola itu bulat. Apa pun bisa terjadi. Kita sama-sama kejar.” (Bermain di grup kedua terakhir dengan selisih 4 pukulan dari leader) Saya langsung percaya diri ketika 3 hole pertama birdie semua. Alhamdulillah, di sembilan hole pertama itu, saya buat lima birdie dan satu bogey. Syukrizal terus ngeyakinin, dan bilang, “Bang elo cuma kalah 1 nih, bisa ngejar nih.” Saya mulai atur tempo. Tinggal 3 hole terakhir, dibilang Syukrizal saya sudah menang 2 stroke. Tinggal cari aman. Eh saya masih bisa birdie di hole 17. Hari itu saya bisa bikin 9 birdie dan bogeynya 4. Semua itu ya hasil dari kerja keras mulai Oktober itu. 

Hendri Nasim. Credit: Yulius Martinus/ OB Golf

Melihat performa 2023, Anda menilainya seperti apa?

Naik-turun. Saya bisa masuk 3 (terbaik sepanjang 2023) atau 5 besar, tapi nanti bisa di peringkat 12-14. Berarti ada yang salah. Saya pernah jalan ke Thailand, ke Chonburi, diajak murid saya sekitar Juli 2023. Bertemu dengan pelatih Thailand, saya diajari cara menjaga tempo. Dia bilang, pukulan dan swing kamu bagus, tetapi ada yang salah. “Kamu terlalu emosional, terlalu buru-buru,” katanya. Saya belajar kontrol emosi sendiri, atur tempo saat main. Dua minggu saya dapat ilmunya. 

Dulu kenal golf bagaimana?

Saya kenalnya di Sawangan. Orang tua kedi di sana. Saya kenal golf dari kelas 1 SD (6 tahun). Asal pukul bola, yang penting bisa swing. Lingkungan saya ya lapangan golf. Saya pernah jual sarung tangan (golf) dan bola. Indra (Hermawan) dan Nasin (Surachman) teman-teman main di lapangan, meski mereka berdua lebih senior dari saya. Saya lihat Indra bisa jalan ke Amerika waktu junior, kenapa gue nggak bisa? Akhirnya saya ikut pembinaan junior di Pondok Cabe, ketemu Pak Charlie (Pelupessy) yang terkenal disiplin ketat. Latihan di sana. Akhir 1990-an saya jalan ke Amerika, Malaysia, bisa keliling-keliling. 

Apa yang mendorong serius di golf?

Selesai SMA, saya lihat situasinya nggak memungkinkan buat lanjut sekolah. Ya saya akhirnya pilih serius golf. Meski sempat nyesal juga kenapa nggak kuliah, saya sadar nggak mampu buat kuliah. 

Lalu, apa keputusannya menjadi pemain pro?

Waktu itu saya berpikir saya sudah berumah tangga dan harus cari uang. Ujung-ujungnya harus ngajar. Karena itu, saya masuk pro. Awal masuk pro, saya sempat ikut turnamen dan nggak lolos cut. Cuma 1 kali saja. 

Hendri Nasim. Credit: Yulius Martnius/ OB Golf

Tahun pertama jadi pro, Anda menang di Sawangan. Bagaimana ceritanya?

Sebelum tahu event-nya di Sawangan, saya latihan keras selama 3 bulan di sana. Itu turnamen (Ancora Pro Series) ke-7 atau ke-8 yang saya ikuti. Ketika diinfo, turnamennya di Sawangan. Wah, pas banget. Menang dengan hadiah Rp15 juta. Lalu, dua minggu berikutnya di turnamen PP, di Matoa, saya juara lagi dengan hadiah Rp50 juta. 

Padahal waktu itu kan bersaing dengan banyak pegolf senior yang bagus-bagus. Nggak gugup atau bagaimana?

Semua manusia pasti ngerasain, bakal grogi ngadepin pemain jago-jago. Saya pun begitu. Namun, mungkin sudah jalannya saya juara. Tapi saya juga nggak paham, kok bisa saya juara. Waktu itu tangan saya saja bengkak dan berdarah juga, sampai susah mukul. Saya malah dapat rookie of the year di akhir tahun. Cuma memang prosesnya nggak gampang buat bisa nyampe seperti itu. 

Ada cerita di balik nama “Nasim” sebagai nama keluarga?

Dulu saya pakai nama “Hendri Pessy” (diambil dari nama almarhum Charlie). Karena waktu berangkat ke Amerika kan mesti ada nama belakang (keluarga), sedangkan nama saya cuma 1 kata: Hendri. Jadi ketika junior-amatir saya pakai nama itu. Namun, sebelum masuk pro, keluarga besar minta ganti karena kita kan sudah punya nama keluarga: “Nasim”. Kita sampe bikin acara selamatan buat tambah nama saya. Awalnya pakai nama: Hendri Maan Nasim. Tetapi kata “Maan” lalu dihapus karena bebannya terlalu berat (Maan yang merupakan paman Hendri adalah salah satu pegolf top saat itu). 

Selama 12 tahun di arena pro, Anda rutin terus touring?

Nggak. Di 2018-2021, saya enggak main di kompetisi. Saya fokus ngajar saja. Mau kumpulin uang modal nanti buat touring, dan juga kebutuhan lainnya. Setelah semua sudah merasa cukup, saya baru balik lagi, 2022. 

Apa pengalaman golf Anda yang rasakan benar-benar berada di titik terendah?

Saya sempat berhenti golf selama 2 tahun ketika masih amatir setelah junior. Ada masalah biaya. Saya ngerasa nggak mau bebanin orang tua dengan golf. Saya sempat jualan es kelapa, jadi tukang parkir, ngamen, dan jadi sopir angkot. Jadi, gempas (gembel pasar). Lalu, orang tua ngingetin saya untuk balik lagi ke golf. “Mau sampe kapan, mau jadi apa? Udah di golf aja. Kalau perlu, gue jual tanah yang di sana.” Sampai segitunya support orang tua saya. Alhamdulillah, golf akhirnya bisa bikin saya seperti sekarang ini.

(Penulis: Yulius Martinus – OB Golf)

Share with

More News

Niall Horan Bakal Jajal Lapangan Golf di Bogor?

Format 72 Hole? Nggak Masalah….

Empat Asisten Kapten Tim Internasional Presidents Cup 2024 Diumumkan

Peningkatan Kualitas Turnamen Medco-Pondok Indah International Amateur 2024

Digital Edition

Screenshot 2024-04-05 131223
April - May 2024

Kunjungan Ke Dua Destinasi Major

Screenshot 2024-02-05 at 13.13.38
February - March 2024

Pemain Terbaik Indonesia Musim 2023

Cover
December 2023 - January 2024

Juara Sejati di Jagat Golf Indonesia

cover
October - November 2023

Petualangan Viking di Benua Merah