Terapi Penguasaan Diri

Basuki Tjahaja Purnama dikenal sebagai sosok populer di dunia politik Indonesia. Kini, mantan Gubernur DKI Jakarta ini rupanya mulai melirik golf sebagai olahraga setiap minggunya. Pandemi Covid-19 di 2021 rupanya menjadi berkah positif bagi pria yang kini berusia 57 tahun ini sehingga terdorong untuk menekuni golf sebagai aktivitas outdoor. Seperti apa pengalaman golf bagi Ahok—demikian panggilan akrab Basuki? Berikut perbincangannya dengan OB Golf: 

 

Kami dengar Anda mulai sibuk golf nih. Kapan kenal dengan olahraga ini?

Belum lama. Waktu 2021, saya (menekuni) lari. Lalu, kena long covid, sampe 20 hari. Karena cepat naik HT-nya, lalu disuruh (olahraga) jalan. Kalau jalan kan, mesti pakai masker. Kemudian, teman saya bilang, mau nggak jalan di Jakarta tetapi nggak pakai masker? Saya tanya, di mana? Lapangan golf. Ya udah saya ke lapangan golf. Saya belajar (golf) dulu. Baru turun lapangan 18 hole, 4 April 2022. Jadi sekarang ini (sudah) 2 tahun lah.

Berapa kali main golf dalam seminggu?

Sekarang ini, karena nggak banyak kerjaan, ya minimal 3 kali main golf. Tapi minggu ini saya bisa 5 kali. 

Apa kesan yang Anda tangkap dari olahraga ini?

Waktu pertama saya main, saya pikir ini olahraga gampang kan. Bola diam kok. Apa yang susah? Waktu saya jadi gubernur, diminta meresmikan dengan memukul bola asap di PIK (Course). Tiga kali pukul, tiga kali nggak kena. Tapi ada bagusnya (nggak kena) waktu itu. Jadi, kalau saya main bagus (sekarang), orang jadi tidak bisa menuduh saya, dari kecil sudah bisa main. Golf itu kan mesti belajar dari umur 5-6 tahun, saya juga sudah belajar (golf) dari umur 56 tahun. 

Apa yang Anda lihat dari golf ini?

Golf itu mind game. Bagi saya, golf itu adalah matematika, data, science, dan technology. Karena semua itu ada dasar teorinya. 

Mengapa begitu?

Coba lihat orang main golf pakai tangan kanan, mengapa tidak menggunakan tangan kanan (ketika swing)? Pasti pakai tangan kiri kan. Yang kidal, pasti pakai tangan kanan. Artinya, golf itu bukan dipukul. Karena pakai tangan kanan (buat non-kidal) ketika pegang tongkat pasti kan maunya mukul. Golf itu kan ngajarin orang untuk impact. Bola kecil ini kan kalau dipukul kencang, secara teori pasti mental kan. Golf juga kan mekanik secara teorinya ya. Kalau saya belajar apa pun, mesti tahu teorinya.

Credit: Fotogolf.id

Apa yang Anda pelajari dari golf ini?

Main golf, bagi saya, adalah penguasaan diri. Bagi saya, ini adalah terapi penguasaan diri yang baik.  Saya ditanya teman, apa resolusi 2024? Saya bilang saya bisa main golf. Mengapa? Pertama, melatih saya sehat. Saya seminggu 3 kali main golf dengan jalan kaki. Nggak pakai cart. Kedi saya yang bawa. Saya jalan full selama 18 hole, berarti sehat saya. Kedua, berarti dompet saya ada uang. Main golf itu biayanya cukup mahal. Ketiga, saya ini menikmati, tahu swing golf. Di situ ada satu poin bahwa saya makin baik menguasai diri saya. Makin lama saya belajar, persis kayak hidup golf itu. Kalau sudah gagal, ya sudah lupain. Sudah lewat, kamu mau ngapain? Yang penting, yang di depan kan. Begitu juga kalau sukses. Enggak usah terlalu senang, karena kamu bisa jatuh atas kejumawaan kita senang kan. Makanya, kalau saya main golf, saya belajar untuk menikmati perjalanan 18 hole itu. 

Sejak kenal golf, Anda kayaknya tidak lagi temperamen seperti dulu.

Itu yang saya katakan. Saya bersyukur sekali dimasukkan ke tahanan. Karena begitu masuk tahanan, banyak waktu untuk evaluasi (diri). Kalau dulu apa sih syaratnya jadi pejabat? Harus melayani rakyat, itu saya lakukan. Menjawab semua pertanyaan rakyat, SMS dan WA saya balas. Namun, ada satu yang saya tidak lakukan: ucapkan atau menjawab dengan kata-kata yang baik kepada mereka (rakyat).  Begitu di dalam, saya belajar. Jadi sekarang saya belajar dua hal, tiga hal malahan, untuk terapi penguasaan diri. Belajar golf, piano, dan belajar tulisan aksara china. 

Ada lagi yang ingin Anda sampaikan tentang golf ini?

Saya bersyukur bisa menemukan golf. Selain terapi, saya juga menikmati olahraga yang zaman Covid orang bilang mesti jemur, dapetin udara segar, dan bikin badan bergerak. Buat saya, golf itu (bikin) usaha banget. Kenapa? Kita kan nggak pernah main golf. Badan juga begitu kaku kan ya. Ternyata ketika belajar golf, saya baru sadar bahwa saya nggak bisa nungging, nggak bisa posisi kayak mau duduk gitu. Setelah dicek, baru ketahuan ternyata tulang ekor saya pernah keluar. Waktu SMA, main basket, lompat dan jatuh. Karena main golf, saya mesti ke gym, belajar fleksibel. 

Credit: Fotogolf.id

Sebagai praktisi golf, apa saran Anda yang bisa berikan kepada pemerintah terkait golf ini?

Pemerintah harus memperhatikan subsidi PBB-nya. Lapangan golf kan begitu luas kan, bisa dibayangkan berapa PBB-nya. Kedua, mungkin alat-alat golf yang masuk dibebaskan dari kategori barang mewah. Saya tidak tahu apakah pemerintah sudah melakukan itu atau belum. Lalu, pemerintah atau pemda setempat harus berani mensponsori anak-anak yang berbakat (di golf). Karena kasihan mereka (yang berbakat) harusnya bertanding tetapi tidak bisa berangkat. 

Agar sejalan industri dengan prestasi golf di Indonesia, menurut Anda, apa yang harus dilakukan?

Itu harus menjadi tugas pemerintah. Penguasa itu yang bisa mengontrol pengusaha. Jika klub mengumpulkan anak-anak (pegolf) berbakat tanpa kekuatan pemerintah untuk mengatur atau menggabungkan industri dengan prestasi, ini enggak gampang. Ini harus disinkronkan berbagai sektor. Ini mesti dilakukan pemerintah. 

 

Penulis: Yulius Martinus/ Foto: Fotogolf.id

Share with

More News

Duel “Ryder Cup” ala Eropa

GCMAI: Siap Tingkatkan Profesionalisme

Jalur Cepat "Ladies Amateur" menuju LPGA

Tahun Depan Kejuaraan Amatir Asia-Pacific Digelar di Dubai

Digital Edition

COVER OKT NOV
Oktober - November 2024

Menantikan Pemenang Turnamen Termahal di Indonesia

Ags - Sep 2024
August - September 2024

Bersiap Untuk Kompetisi Terbesar-Pertama Se-Indonesia

COVER JUN JUL 2024
June - July 2024

Berburu Emas di Padang Le Golf National

Screenshot 2024-04-05 131223
April - May 2024

Kunjungan Ke Dua Destinasi Major