Putra Aceh di Pentas Golf Nasional

Pada 22 Juni lalu, tanggal yang bersejarah bagi Syukrizal. Pegolf kelahiran Nanggroe Aceh Darussalam ini akhirnya merasakan trofi pertama setelah beberapa kali berpeluang menjadi juara, tetapi gagal pada putaran-putaran penting. Ini menjadi gelar profesional pertamanya dalam karier profesional yang dimulai pada 2016.

Syukrizal yang kelahiran 1991 ini memang dibilang terlambat untuk mengenal golf. Namun, ia bisa mengejar ketertinggalan dengan teman-teman pegolf seusianya. Kemauan dan motivasi besar untuk bisa maju merupakan salah satu kunci keberhasilan Syukrizal sehingga bisa bersaing dengan pegolf-pegolf di Jawa yang memang jumlahnya lebih banyak.

Petualangannya di kompetisi golf profesional nasional pun akhirnya meraih hasil positif. Kemenangan pertama dalam 7 tahun ini menjadi satu hal yang sangat memuaskan dari kiprah Syukrizal. Pegolf yang kini menetap di Medan, Sumatera Utara, ini sendiri terus termotivasi untuk mengukir dapat hasil-hasil terbaik di golf. Berikut kisah pegolf asal Lhokseumawe kepada OB Golf:

 

Bisa cerita pertama kali main golf?

Pertama kali main golf itu, umur saya (waktu itu) 15 tahun (2006). Kebetulan saya tinggal di Aceh, Lhokseumawe, di belakang perumahan PT Arun. Saya pertama main golf di lapangan Arun LNG.

 

Mengapa golf?

Sebenarnya saya dimasukkan paman saya (ke lapangan Arun) sebagai kedi, supaya bisa latihan di lapangan itu. Makanya saya berterima kasih kepada paman saya. Alhamdulillah bisa seperti sekarang ini. Walau mungkin nggak terlalu sukses, saya bisa merasakan hidup di golf ini.

Saya suka main bola, voli. Banyak olahraga saya ikuti. Tapi golf itu saya anggap hobi. Kalau sudah hobi kan, kita tahu sendiri seperti apa diikutinya.

 

Bagaimana pegolf Aceh seperti Anda bisa bertahan hingga sekarang ini?

Di lapangan golf kita diberikan support, bisa seperti saya sekarang ini. Golf ini kan butuh latihan, butuh support dari yang punya lapangan ini–Pertamina. Nah mereka waktu itu sangat support kepada kita. Kemudahan main di lapangan, tidak ada batasnya. Hanya memang kita harus ada sendiri peralatan golfnya.

Jadi di Arun itu statusnya apa?

Status saya kedi. Dari umur 15 tahun, cuma 2 tahun saja. Setelah itu saya fokus latihan golf saja. Waktu itu pengurus PGI Aceh dan juga manajer Arun Golf mungkin melihat saya punya potensi.

 

Pengalaman bertanding di amatir?

Saya tidak pernah ikut turnamen junior, langsung disuruh main di turnamen amatir. Main di turnamen antar-kedi. Lalu, main pra-PON. PORDA. Dapat posisi No. 3. Ikut Kualifikasi PON 2011di Palm Hills. Juara 1 di sana. Kemudian, ikut PON 2012 di Pekanbaru. Alhamdulillah, dapat medali perak (individual).

 

Bagaimana bibit-bibit golf di Aceh?

Bibit-bibit golf di Aceh itu sebenarnya banyak. Hanya sayangnya tidak banyak yang mensupport. Kemampuan PGI Aceh terbatas untuk mensupport banyak atlet.

 

Apa yang membuat Anda terpikir untuk serius di golf?

Kemenangan di Palm Hills itu yang bikin saya makin serius di golf.

 

Prestasi yang paling berkesan di amatir?

Menang di (47th Men) Penang Amateur Open (6-8 November) 2012. Di situ saya merasa semangat untuk terus berlatih.

Kapan menjadi pemain pro?

Bulan September 2016.

 

Waktu itu memang sudah merasa waktunya  jadi pemain pro?

Sebenarnya 2012 saya mulai berpikir untuk masuk pro. Tapi diminta Hazwan Amin (Sekretaris Umum Pengprov PGI Aceh) untuk tidak masuk pro dahulu. “Tunggu satu PON (2016) lagi, biar lebih matang permainan kamu,” katanya.

 

Apa yang dipelajari ketika mulai menjadi pro?

Waktu itu lebih banyak belajar pada para senior. Main di pro ini saya makin paham soal peraturan dan etika golf.

 

Touring sekaligus teaching?

Selain touring, saya ada teaching hanya sekitar 5%. Hati ini masih jiwa touring.

 

Di setiap turnamen Anda suka pakai topi terbalik.

Saya pakai topi terbalik karena saya mau pandangan di lapangan lebih bebas. Saya tidak mau terhalang topi ini. Eh ternyata jadi nyaman.

 

Ketika pandemi 2 tahun kemarin, apa yang dilakukan?

Saya terus berlatih golf. Diajak Pak Andi Haryanto, yang mendukung saya, latihan di driving range dan turun ke lapangan. “Kamu harus terus latihan,” katanya.

Anda akhirnya bisa juara di turnamen profesional nasional setelah menunggu 7 tahun. Bagaimana rasanya bisa menang setelah sekian lama tersebut?

Itu menjadi satu kebanggaan buat saya bahwa saya bisa menjuarai turnamen pro. Itu menjadi hadiah yang luar biasa, khususnya bagi mereka yang sudah mensponsori dan mendukung penuh saya selama ini.  Saya berterima kasih kepada mereka.

Dulu mengapa saya nggak bisa juara? Mungkin karena nggak ada yang support dan sponsori, sehingga saya terbebani. Sekarang saya tinggal tunjukkan yang terbaik kepada sponsor-sponsor saya. Dulu mungkin saya harus ini-itu, sekarang tidak demikian. Saya tinggal pikir untuk main saja.

 

Anda asli dari Aceh. Nggak kepikiran untuk ngajak atlet-atlet di sana supaya bisa bersaing dengan pegolf-pegolf dari luar Aceh?

Kalau dari daerah itu untuk membujuk atlet-atlet (Aceh) lain untuk seperti Syukrizal seperti sekarang ini, agak sulit. Golf ini yang pertama butuh sponsor dan dukungan. Saya hanya minta PGI Aceh untuk mendukung 2-3 atlet saja. Kalau memang tidak bisa, minimal satu saja. Kirim mereka ke turnamen-turnamen. Golf di Aceh ini kan tidak lambat. Kita ada beberapa lapangan golf di sana. Jadi kalau PGI Aceh ingin agar atlet-atletnya bisa bersaing dengan pegolf-pegolf lain di ajang nasional dan internasional, dia harus mendukung atlet ini agar bisa maju. Nggak usah banyak-banyak. Satu saja dulu.

Saya bisa seperti sekarang ini karena ada orang-orang di belakang saya yang mendukung penuh saya. Mereka mendorong dan memotivasi saya hingga bisa bagus seperti saat ini.

Anda kan salah satu pegolf daerah luar Jawa yang sukses bersaing dengan teman-teman pegolf di Jawa. Apa yang bisa Anda sharing untuk teman-teman di luar Jawa?

Kita harus berani hijrah ke negeri orang. Pegolf-pegolf daerah harus berani keluar dari zona mereka kalau ingin maju. Itu butuh keberanian. Saya pun pindah dari Aceh ke Medan saja masih berat. Tapi saya harus berani. Tanggung jawab saya banyak. Tapi saya terpikir bahwa saya harus maju, saya harus bisa seperti orang lain. Jangan menunggu diajak orang. Harus berani sendiri.

Share with

More News

BNI Kembali Dukung Indonesian Masters 2024, Total Hadiah Meningkat hingga US$2 Juta

Solheim Cup: Gulung Eropa, Tim AS Juara Lagi setelah 7 Tahun

Solheim Cup: Tim AS Masih Memimpin

Solheim Cup: AS Sementara Ungguli Eropa 6-2

Digital Edition

Ags - Sep 2024
August - September 2024

Bersiap Untuk Kompetisi Terbesar-Pertama Se-Indonesia

COVER JUN JUL 2024
June - July 2024

Berburu Emas di Padang Le Golf National

Screenshot 2024-04-05 131223
April - May 2024

Kunjungan Ke Dua Destinasi Major

Screenshot 2024-02-05 at 13.13.38
February - March 2024

Pemain Terbaik Indonesia Musim 2023