Inez Beatrice Wanamarta merupakan satu dari sedikit pegolf Indonesia yang mau bersusah payah untuk menjajal peruntungannya dalam kompetisi profesional di Amerika Serikat. Pegolf Surabaya kelahiran 1999 tersebut kini bersiap untuk terjun di Epson Tour pada musim 2024 setelah mampu bertahan di Stage II dalam LPGA and Epson Tour Qualifying Tournament 2023. Musim pertamanya sebagai profesional pada 2023, Inez yang resmi menyandang status pro pada akhir 2022 tersebut telah bertarung di sebuah mini tour bernama Women’s All Pro Tour (WAPT). Ia mencatat hasil yang baik di musim rookie-nya, lolos cut 6 kali dari 7 event WAPT yang diikutinya. Epson dan WAPT merupakan dua sirkuit di bawah pengelolaan LPGA, dan levelnya berada di bawah development tour-nya LPGA, Symetra Tour. Namun, dua tour tersebut menjadi jalur awal bagi para pro wanita yang ingin tampil di kompetisi wanita tertinggi di AS: LPGA Tour. Berikut perbincangan peraih 3 medali emas PON 2016 tersebut dengan OB Golf:
Bagaimana perjalanan Anda di WAPT (Women’s All Pro Tour) musim ini?
WAPT merupakan sebuah mini tour. Kualitas permainan di WAPT, meski sebuah mini tour, cukup baik. Saya mulai main April lalu, dan bermain hingga November kemarin. WAPT memainkan format permainan sama seperti LPGA. Empat hari. Ada cut setelah dua hari. Anda tidak akan menerima bayaran jika gagal lolos cut. Hal yang menyenangkan di WAPT adalah karena ini (event-nya) lebih kecil (dibandingkan tour-tour lain di AS). Tahun ini saya main 7 event WAPT, dan bisa lolos cut 6 kali. Saya cukup senang dengan itu. Tahun ini saya bisa menghasilkan uang. Jadi, saya mengeluarkan sejumlah uang untuk bertanding, tetapi saya bisa menghasilkan uang untuk menutup pengeluaran saya. Saya pikir itu sudah cukup baik untuk tahun pertama.
Anda juga turun di 2023 LPGA and Epson Tour Qualifying Tournament. Bahkan, bisa mencapai stage II?
Saya main di sini (LPGA and Epson Tour Qualifying Tournament) tahun lalu, dan saya main lagi tahun ini. Musim ini saya tampil lebih baik sehingga bisa mencapai stage II. Itu sebabnya saya harus tinggal di AS hingga Oktober (Stage II digelar 15-20 Oktober). Stage II sebenarnya sangat sulit karena event itu juga diikuti mantan pegolf-pegolf Epson dan LPGA yang kehilangan ranking dan harus memulai lagi dari stage II. Kompetisinya sangat ketat. Lapangannya panjang-panjang. Jika rencana Anda bermain di Epson Tour di mana setiap lapangan yang dimainkan memiliki standar seperti itu (panjang-panjang), ini adalah satu loncatan besar jika dibandingkan saat main di junior dan amatir. Nah, soal jarak ini merupakan salah satu fokus saya untuk ditingkatkan tahun ini.
Apakah panjang lapangan harus diperhatikan di turnamen-turnamen profesional AS?
Ya. Di Epson Tour, setiap lapangan yang dimainkan itu punya panjang minimal seperti Pondok Indah. Ini standar panjang lapangan. Di WAPT, juga begitu. Karena itu, sejak junior, Anda harus mulai bermain di lapangan yang lebih panjang. Saya sendiri ketika junior main dari tee putih. Ketika Anda masuk kuliah (di AS) dan memutuskan untuk jadi pegolf profesional, semuanya akan lebih panjang.
Kapan Anda terakhir main di Indonesia?
Sudah cukup lama rasanya nggak main di sini. Terakhir main di Indonesia itu waktu kualifikasi PON 2020 (Pra-PON) di Makassar. Sebelum itu, saya terakhir main adalah waktu PON 2016 (Bandung, Jatinangor National Golf) ketika saya menang 3 medali emas.
Main di AS merupakan satu dari beberapa target Anda?
Ya, target saya sejak kecil adalah bermain di level internasional. Jika memungkinkan, saya ingin menjadi pegolf pertama Indonesia yang bertanding di LPGA. Itu target saya. Belum ada yang bisa mencapai itu kan? Pegolf yang pernah hampir mendekati itu adalah (alm.) Lydia Ivana Jaya. Ia berhasil masuk Symetra Tour (LPGA development tour). Itu yang ingin saya capai tahun depan. Goal-nya adalah bertanding di AS, karenaprize money-nya. Saat ini sebagian besar pegolf-pegolf bagus pergi ke AS. Itu sebabnya saya memutuskan untuk bermain di college golf karena saya ingin belajar bagaimana bermain golf di Amerika. Indonesia belum memilki ekosistem yang bagus untuk golf profesional. Jadi, cukup sulit untuk bertahan di sini. Di sana (AS), saya bisa berlatih semaunya tanpa harus mengeluarkan biaya apa pun di public courses. Di mana pun. Saya hanya bilang, ‘Saya pegolf profesional dari Epson Tour. Saya sedang di kota ini. Saya perlu tempat berlatih. Dari sepuluh lapangan golf, sembilan di antaranya mengizinkan saya untuk berlatih.’ Saya bisa memukul bola, chip, dan putt gratis. Dan itu tidak berlaku di sini. Tidak ada fasilitas yang gratis untuk kami, para pegolf profesional. Jadi, sulit untuk mengembangkan golf di sini.
Apa yang menyakinkan Anda bahwa golf ini merupakan jalan Anda?
Saya rasa banyak hal dalam kehidupan saya. Ya, saya ingin bermain golf. Namun, ada masa di mana saya bertanya pada diri saya sendiri dalam perjalanannya. Saya memang ingin main golf sejak kecil karena saya selalu bermain saat itu. Awalnya, bukan sebuah hal yang sangat serius. Saya tidak ingin di rumah sendiri karena orangtua main golf. Tetapi ketika mulai dewasa, dan mulai berkompetisi, saya bertanding di Indonesia. Lalu, orangtua saya tanya, “Kamu ingin melakukannya untuk jangka panjang? Jika berhasil, kamu akan mendapatkan banyak uang.” Jadi, itu adalah salah satu hal yang saya kuasai, sesuatu yang saya sukai, dan saya lebih tertarik untuk melakukannya. Jujur saja, Indonesia bukan negara golf. Banyak orang di sekeliling saya mengatakan bahwa jika Anda atlet, artinya Anda kurang bagus sekolahnya. Saya buktikan itu tidak tepat. Saya punya 2 gelar. Anda bisa melakukan keduanya. Tidak mudah, tetapi Anda bisa melakukannya. Jadi saya suka membalikkan (opini-opini tersebut).
Bagaimana Anda melihat karier profesional saat ini di Indonesia?
Saya rasa sulit untuk menumbuhkan the game of golf di sini. Banyak orang mengaku dirinya profesional tetapi tidak bisa bermain di level professional. Saya rasa itu merusak level golf di sini. Anda lihat, banyak pegolf yang tahu bagaimana main golf, tahu bagaimana mengajarkan golf, dan kemudian mengatakan mereka profesional, tetapi mereka tidak bisa bermain pada level tertentu (untuk seorang profesional). Karena itu, saya berharap asosiasi profesional bisa lebih ketat dalam menyeleksi seseorang untuk menjadi profesional, atau setidaknya ada pembedaan yang jelas antara teaching dan touring. Dua profesi itu adalah dua hal yang berbeda.
Apakah ada sesuatu yang sempat membuat Anda harus “berhenti” dengan golf?
Saya pernah mengalami cedera punggung, dan harus berhenti selama 6 bulan. Saya harus mengubah swing saya, menyesuaikan dengan kondisi tubuh saya. Di titik itu, saya sempat terpikir apakah saya lanjut atau berhenti. Karena dokter menyimpulkan bahwa (golf) ini tidak baik untuk (kondisi) saya. Namun, ada motivasi diri yang mendorong saya untuk tetap lanjut.
Ketika harus berhenti selama 6 bulan, apa yang Anda lakukan?
Waktu itu, saya ada 2 pilihan: operasi atau rehab. Dokter saat itu mengatakan saya terlalu muda untuk dioperasi. Saya pun memilih itu rehab. Saya berhenti golf dan semua olahraga yang punya potensi high impact. Tidak boleh running, jumping, atau apa pun yang terkait dengan 2 hal itu. Saya tidak boleh main futsal lagi. Padahal itu salah satu olahraga yang saya sukai. Namun, semua itu sebenarnya cukup menyenangkan. Dalam waktu enam bulan itu, saya menjadi orang yang “normal”. Melakukan aktivitas-aktivitas layaknya orang normal, tidak seperti sebelumnya yang hanya golf dan golf. Rehab saya berjalan baik. Cedera saya memang tidak langsung menghilang. Saya hanya perlu me-manage tubuh saya agar cedera itu tidak kambuh. Perlu pemanasan lebih banyak dan berlatih tidak berlebihan. Tahun ini saya mulai bermain dengan status profesional. Jadi saya punya dua target: membuat uang saya kembali sehingga tidak kehilangan uang dan bermain di seluruh event musim ini tanpa cedera. So, saya cukup senang.
Kapan Anda turn pro?
Saya berstatus pro pada Desember tahun lalu. Waktu itu saya dapat invitation untuk main Singapore Women’s Open, turnamen joint sanction antara KLPGA dan Singapore Golf Association. Itu merupakan turnamen pertama saya sebagai pro. Saya main kurang bagus.
Ketika memutuskan jadi pro, Anda sudah yakin dengan status baru Anda saat itu?
Tidak juga. Saya putuskan untuk jadi pro karena saya merasa saya telah buktikan bahwa saya pernah menjadi pegolf amatir terbaik di sini. Saya menang di PON 2016 dengan 3 medali emas. Saya mewakili Indonesia di Women’s Amateur Asia Pacific Championship, dan berbagai turnamen amatir lainnya. Jadi, langkah selanjutnya ya bermain sebagai pegolf pro. Saya masih 24 tahun, jadi saya masih punya waktu untuk mengejarnya. Menjadi profesional adalah sesuatu langkah yang besar di AS. Anda harus menyiapkan segalanya sendiri, kecuali kalau sudah punya agen. Jadi Anda perlu belajar bagaimana mengelolanya. Jika saya tidak dapat melakukannya lagi, saya punya gelar sarjana untuk mengembangkan diri di area yang lain.
Apa saja yang Anda pelajari dalam setahun berstatus profesional?
Saya rasa hal terbesar yang saya pelajari adalah golf hanyalah sebuah permainan. Sebelum ini saya memang tetap menganggap golf adalah dunia saya, tetapi kali ini saya memandangnya secara berbeda. Saya melihatnya ini sebagai sebuah pekerjaan. Golf saat ini sangatlah sulit. Jika Anda tanya saya setahun sebelumnya, saya akan menangis di loker karena tidak bermain bagus. Namun, sekarang banyak hal yang bisa saya pelajari. Saya banyak belajar jadi seorang yang independent. Saya banyak belajar soal mengelola kegiatan saya. Kapan saya bermain, kapan saya ambil istirahat. Belajar bersosialisasi, dengan rekan bermain, media, dan sponsor. Jadi, saya belajar memandang permainan golf dalam hal yang berbeda.
Kita kilas balik dulu. Kapan Anda mulai berpikir untuk main golf serius?
Ketika saya berusia 12, ibu saya membawa saya untuk main di satu turnamen junior di Thailand. Saya finis kedua tapi dari bawah, dan saya sangat kecewa. Karena saya menang Indonesian Junior open ketika usia saya 10 tahun, dan menang lagi di usia 11 tahun. Di tahun yang sama saya finis kedua dari bawah. Ibu saya ketika itu seperti mengatakan, “Sekarang kamu mau serius atau berhenti?”
Apa best moments Anda di golf?
Banyak banget. Memori favorit saya mungkin salah satunya adalah dengan tim Jawa Timur di PON 2016. Saya menang 3 medali emas. Sebelum PON kami pun sudah bersama-sama. Di tahun terakhir kuliah saya (2022), kami ingin masuk play-off agar bisa bertanding di National. Di National kami finis posisi 9 di negara tersebut. Itu jadi kenangan manis . Segalanya dilakukan bersama orang lain, karena saya selalu berpikir bahwa golf ini kan olahraga individual. Namun, dalam perjalanan, Anda menjalin pertemanan dengan siapa pun. Saya bermain dengan orang yang tidak saya kenal. Momen-momen itu yang saya sukai.
Siapa pegolf-pegolf favorit yang dulu mungkin membuat Anda terinspirasi untuk jadi seperti mereka?
Kalau terinspirasi untuk seperti mereka sih tidak ada. Namun, mungkin ada beberapa pegolf yang saya kagumi. Misalnya, Bubba Watson yang tidak memiliki pelatih yang jago. Saya pikir itu luar biasa. Ia bisa bermain dalam level yang tinggi. Annika Sorenstam juga saya sukai karena ada beberapa hal pada dirinya yang membuat saya berpikir, “Gila juga ya dia.” Lorena Ochoa pun merupakan salah satu favorit saya. Ia pensiun di saat ia berada di puncak. Tidak banyak orang yang mau melakukan itu. Saya pun suka swing-nya Rory McIlroy. Saya suka banyak pegolf, tidak terpaku pada satu pegolf.
Apa yang Anda bisa bertahan di college golf?
Membawa banyak Indomie. Ha…ha… Alasan lain, saya pastinya memang akan ke college. Karena saya sudah tahu orang-orang di sana. Pelatih saya sangat menolong. Anda berteman dan bertemu alumni. Mereka selalu membantu dengan senang hati. Namun, sedikit lebih berani dan independent. Selama percaya diri dengan diri sendiri. Bersedia keluar dari zona nyaman, dan berteman. Ada banyak orang yang mau berteman. Yang jelas, Anda harus bekerja keras. Itu sudah pasti. Saya pikir semua orang ingin mencoba bermain golf profesional.
Banyak dari sini yang pergi untuk college golf. Namun, ketika kembali ke Indonesia, sebagian dari mereka tidak melanjutkan ke jalur profesional.
Well, golf professional golf tidak untuk setiap orang. Ini gaya hidup yang sangat sulit. Ini gaya hidup yang sangat disiplin. Karena tidak ada yang menyuruh apa yang mesti Anda lakukan. Anda juga perlu paham banyak orang yang main golf di junior dan college golf karena didorong faktor-faktor luar dan tidak berhasil secara profesional. Jadi, sangat baik jika mereka kembali dan memutuskan tidak mau melanjutkan karena mereka mungkin berpikir orang yang tepat untuk melanjutkan dan ada kesempatan lain yang lebih baik.
Jadi, apa rencana Anda dalam 5 tahun ke depan ini?
Tahun depan saya akan bermain di Epson Tour. Jika saya bersikap realistis, saya ingin mempertahankan status saya di sana setidaknya persyaratan minimum. Dengan mempertahankan status di Epson, saya tidak perlu bermain Stage I lagi. Jika tidak bermain bagus, Anda harus balik lagi ke Stage I. Setelah Epson, bisa jadi LPGA. Saya tidak bilang bahwa saya akan berhasil ke sana. Jadi, saya ingin mempertahankannya dengan standar yang minimum. Namun, jika dalam 5 tahun ke depan saya gagal mewujudkannya, pastinya saya akan mengambil manfaatnya: improve golf saya. Atau sedikitnya saya bisa membantu para junior yang berkeinginan untuk maju. Itu sudah menjadi kepuasan bagi saya.
BOKS
INEZ BEATRICE WANAMARTA
Tanggal Lahir: 9 Juli 1999
Awal Status Pro: 2022
Pendidikan: M.S. Human Resource Management dan B.A. Communications-Public Relations (keduanya dari Purdue University)
PRESTASI
2016 Juara Singapore Ladies Amateur Open 2016
3 medali emas Pekan Olahraga Nasional 2016
2017 Juara Minnesota Collegiate Invitational
2021 Top-15 Women’s Amateur Asia-Pacific
2022 Juara Women’s Souther Amateur Championship 2022
Top-10 NCAA Divisi 1 Women’s Championship 2022