Berawal dari keinginan untuk menggelar World Golf Tour, Greg Norman akhirnya bisa mewujudkan mimpinya itu setelah hampir 30 tahun terpendam. Melalui LIV Invitational Series, para pegolf menikmati golf yang berbeda dari yang pernah mereka alami sebelumnya.
Pada 1994 Greg Norman, mantan pegolf No. 1 Dunia di era 1980-1990-an, pernah mengajukan proposal untuk menggulirkan sebuah tour yang hanya menghadirkan 40 pegolf top dunia. Sirkuit yang bertajuk “World Golf Tour” tersebut rencananya menyajikan delapan turnamen berkocek besar, yang disiarkan stasiun televisi ternama—waktu itu stasiun TV Fox telah sepakat dengan rencana tersebut.
Melalui World Golf Tour (WGT), Norman yang waktu itu didukung konglomerat media Rupert Murdoch menyakini sirkuit bikinannya ini akan menarik banyak pegolf elite. WGT, menurut Golf Digest, memang memberikan semacam kompensasi bagi para partisipan dalam sirkuit tersebut: uang atas popularitas mereka. Hal ini dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak pernah diperhatikan PGA Tour.
Namun, gagasan Norman mendapat tentangan keras dari PGA Tour. Badan Tour terbesar di dunia itu menganggap ide penyandang 88 gelar profesional itu akan merusak tatanan yang sudah dibangun PGA Tour. Tim Finchem, komisaris PGA Tour saat itu, bahkan mengancam akan membawa persoalan ini ke meja hijau Meskipun penyelesaiannya bakal berlarut-larut dan lama, Finchem tidak peduli. PGA Tour pun akan menskorsing para anggotanya yang bermain di Tour itu.
Norman sendiri tidak ingin berkonfrontasi dengan PGA Tour. “Saya tidak ada niat untuk berperang dengan PGA (Tour). … Kami tidak mencoba untuk merusak tour mana pun,” kata Norman kala itu, seperti dikutip Washington Post.
Penolakan terhadap WGT muncul dari mana-mana. Mantan pegolf kenamaan Arnold Palmer termasuk pihak yang menolak usulan Tour baru itu dan membela PGA Tour dengan mengatakan Tour tersebut telah membuat karier banyak orang. “Anda seharusnya banyak berpikir dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu,” kecam Palmer.
Besarnya gelombang penolakan ini pun menguburkan rencana Norman. Seiring berjalannya waktu, mimpi Norman perlahan-lahan menghilang.

Tiga tahun kemudian, 1997, PGA Tour bahkan makin menancapkan pengaruhnya dengan mengadaptasi ide WGT ini melalui lima turnamen besar PGA Tour, bernama World Golf Championship (WGC), yang masing-masing berhadiah total US$5 juta. Tiga WGC di antaranya menjalani debutnya pada 1999, dan dua lagi di tahun berikutnya.
Dua-puluh enam tahun berlalu. Sebuah proposal beredar di kalangan pegolf elite dari PGA Tour dan European Tour. Proposal yang berasal dari World Golf Group itu berisikan rencana untuk sebuah tour baru, yang hanya diikuti para pegolf terbaik dari kedua Tour tersebut.
Proposal yang berjudul “Premier Golf League” tersebut menyajikan struktur tour profesional baru, dengan 18 turnamen per tahun dan menghadirkan 48 pegolf top dunia. Rencananya, hadiah total US$10 juta per turnamen , dengan tambahan bonus untuk individu dan tim. Setiap turnamen mempertandingkan individual stroke play dalam 54 hole tanpa cut, dan juga nomor beregu—yang terdiri atas 4 pegolf di masing-masing tim. PGL ini direncanakan akan berjalan sekitar 8 bulan dengan total hadiah US$240 juta.
Lagi-lagi, ide PGL mendapat penolakan dari dua Tour dunia. PGA Tour menyebutkan bahwa jadwal PGL sengaja merusak kalender Tour-nya. “Jika Tour ini menjadi kenyataan pada 2022, atau kapan pun, para member kami harus memutuskan apakah akan menjadi anggota PGA Tour atau main di seri baru itu,” kata Komisioner PGA Tour Jay Monahan, melalui surat eletronik yang dikirim ke seluruh anggota. Ini artinya PGA Tour akan menskorsing atau bahkan mengeluarkan anggotanya yang bermain di PGL.
Meski ide PGL ini kembali mendapat tentangan, Norman yang pernah menggagas WGT pada 1994 ini yakin tour baru ini memiliki kesempatan untuk sukses. “Ini hanya masalah menyatukan semua komponen yang tepat, apakah pemain tetap bersama,” kata Norman, seperti dikutip dari golfaustralia.com.au. “Dengan konsep asli saya, beberapa pegolf menyukainya dan ada yang tidak. Dari apa yang saya lihat, ini punya kesempatan untuk berkembang.”
Setahun kemudian, Norman mewujudkan mimpinya di 1994 ketika meluncurkan sirkuit golf baru bernama “LIV Golf”. Liga golf global ini resmi dikenalkan pada Oktober 2021 yang dikelola lembaga entitas “LIV Golf Investment”, yang CEO-nya adalah Norman. Tour golf profesional yang didanai Public Investment Fund ini memulai debutnya pada 9-11 Juni lalu di Centurion Club, London, Inggris, yang bertajuk “LIV Invitational Series”.
Kali ini, mimpi Norman untuk membuat turnamen khusus para elite telah terwujud dan mendapat sambutan positif. Satu per satu pegolf ternama mulai tertarik.
Sejumlah nama elite menghadiri inaugurasi LIV Invitational Series di London. Tiga mantan pegolf No. 1 Dunia–Dustin Johnson, Martin Kaymer, dan Lee Westwood–serta para mantan juara major–Brooks Koepka, Sergio Garcia, Louis Oosthuizen, Graeme McDowell, Charl Schwartzel, dan Phil Mickelson—berada di antara 48 peserta yang bertanding di Centurion Club.
Norman menyatakan kegembiraannya atas berlangsungnya inaugurasi dari Tour yang diidam-idamkannya sejak 28 tahun yang lalu. Bagi juara the Open 2 kali ini, hal tersebut adalah kemerdekaan para pegolf yang berani bersikap sebagai “free agent”.
“Inilah yang diinginkan. Melihat para pemain, merasakan para kedi, mengajak anggota keluarga mendatangi saya dan saya berkata kepada mereka semua ‘ini untuk kalian, ini untuk Anda dan para penggemar…,” kata Norman.
“Kami telah mencoba untuk memulai ini selama tiga decade, sejujurnya dan saya merasa sangat senang untuk para pemain, saya merasa sangat senang karena kami telah membawa agen bebas ke permainan golf.”

Wajah-wajah baru pun mulai menghadiri LIV Invitational Series kedua yang berlangsung di Pumpkin Ridge, Portland, pada 30 Juni-2 Juli Mereka adalah Bryson DeChambeau, Patrick Reed, dan Matthew Wolff. Nama-nama pegolf elite lainnya pun bakal menyusul.
Para peserta LIV Invitational Series yang merupakan member PGA Tour dan European Tour memang harus menghadapi risiko atas keputusan “free agent” mereka. Tidak lama setelah pertandingan dimulai, PGA mengumumkan para anggotanya yang terlibat dalam event tersebut akan diskors dari Tour, yang menurut LIV Golf merupakan upaya balas dendam.
Namun para pemain tersebut tampaknya tidak terlalu memedulikan keputusan PGA Tour. Mereka lebih menikmati “bulan madu” di LIV Golf, wahana baru mereka yang anggap level stresnya lebih rendah.
“Para pemain akan merasa, ‘gila’ nggak pernah ngarepin hal seperti ini,” kata Norman. “Mereka tidak pernah mengira LIV Golf seperti sekarang ini — mereka mungkin tidak pernah mengira ada kegembiraan. Melihat 48 pemain berinteraksi seperti yang mereka lakukan selama pesta draft. Bagi saya, itu adalah momen yang luar biasa.”
Norman menambahkan bahwa elemen tim membuat LIV Series berbeda. “Sisi individu dari LIV Golf sangat penting dan kami selalu memastikan bahwa itu adalah bagian dari produk,” katanya.
“Tetapi di luar itu, ketika saya pergi ke Ryder Cup untuk pertama kalinya, saya terkejut melihat keterlibatan penggemar. Interaksi pemain yang tidak akan pernah saya lupakan di tee pertama.
“Itulah yang hilang dan itulah mengapa kami membangun nilai tim ini untuk LIV Golf.”