Kisah Golf (Course) Builder dari Garut

Banyak karya desainer lapangan golf di Tanah Air. Namun, perwujudan karya-karya mereka tentunya tidak akan terjadi tanpa peran seorang golf course builder. Dari sedikit golf builder lokal, beberapa world golf designer lebih mengenal nama Qamal Mutaqin. Insinyur dari IPB tersebut memang dikenal sebagai golf course builder senior.

Ia banyak terlibat dalam pembangunan lapangan golf dan driving range di Tanah Air. Salah satunya adalah Royale Jakart Golf Club, yang merupakan karya pertamanya dalam profesi tersebut. Pria asal Garut berusia 53 tahun ini kini bahkan dipercaya FIFA (federasi sepakbola dunia) dalam menyiapkan lapangan-lapangan sepakbola di Tanah Air untuk kejuaraan-kejuaraan internasional. Bagaimana perjalanan lengkap Qamal hingga seperti sekarang ini? Berikut kisahnya secara lengkap kepada OB Golf.

Bicara sebagai golf builder, mana lapangan pertama kali yang Anda bangun? 

Kalau builder-nya sendiri, sejak yang paling sah secara hukum, yaitu Royal Jakarta (dibuka 2008). Meskipun sebelumnya saya memang membangun beberapa lapangan kecil-kecil di daerah. Satu di Semarang pernah saya bangun, namanya Sendang Mulyo, tapi sekarang sudah nggak ada. Yang sembilan hole dari 18 hole, itu saya yang bangun. 

Kemudian saya bangun ini, yang pertama, Royal Jakarta.  Kebetulan waktu itu ditawarkan untuk ikut membangun menjadi General Project di sini.  Saya dulu jabatannya di sini General Project untuk pembangunan Royal Jakarta sejak 2006.  

Sebelum berprofesi golf builder, kiprah Anda di golf sebenarnya bukan hal yang baru? 

Pekerjaan saya di golf—yang merupakan kedua– adalah dengan Grup Ciputra sejak 1993. Saya dilatih langsung oleh (alm.) Pak Ciputra untuk perawatan golf dan juga diberikan banyak hal oleh Ciputra, mulai filosofi golfnya hingga bagaimana membangun lapangan golf. Itu banyak saya  dapatkan ketika dekat dengan beliau. Ada keinginan Pak Ciputra untuk, kemungkinan tahun 2003-an, membangun Damai Indah 3. Nah di situ kita seru bicara, konsep membangun golf atau apa.  Jadi saya dicekokin oleh beliau apa yang ingin beliau wujudkan waktu itu. Sampai tahun 2006, tidak terjadi Damai Indah 3 dan saya sendiri keluar dari Damai Indah untuk membangun Royale Jakarta. 

Qamal Mutaqin di Royale Jakarta Golf Club. Credit: YM/ OB Golf

Bagaimana ceritanya bisa kerja dengan Pak Ciputra? 

Jadi awalnya saya pertama kerja memang di perkebunan.  Tahun 1993 saya bergabung dengan Pak Ciputra di Pondok Indah. Dari Pondok Indah sebentar saja, saya dipindahkan ke Pantai Indah Kapuk. Ada 5 sarjana, termasuk saya, dilatih langsung oleh Ciputra.  Alhamdulillah, dalam waktu 3 bulan, saya dikasih tantangan lain. Delapan bulan, saya sudah dijadikan acting superintendent.  Nah, dalam 1 tahun saya sudah dinaikkan jadi superintendent oleh beliau. Jadi saya menjadi superintendent di Pantai Indah Kapuk. Habis itu, tahun 1999-an saya memegang 2 lapangan PIK dengan Damai Indah Golf BSD sampai 2006.  Dan saya juga diberi kesempatan Pak Ciputra untuk menjadi konsultan di Ciputra Golf.  Jadi sering datang ke Ciputra Golf untuk sambil belajar juga.  

Apa yang Anda dapatkan ketika bekerja dengan Pak Ciputra?

Nah ini emang hebat sih Pak Ciputra. Dia menempatkan saya (dalam posisi tertentu) agar dapat mengetahui semua filosofi golf sampai ke bagaimana membangun, bagaimana memelihara, dan bagaimana memahami keinginan pemain. Saya dicekokin betul sama beliau. Diminta main golf juga, diberikan stik golf supaya main golf.  Itu semua keinginan beliau.  Pada 2003-2006 beliau memperlakukan saya seperti teman, terutama setelah krisis-lah, 1998.  Tapi yang lebih banyak itu tahun 2003. Itu terasa banget beliau soal apa harapannya, seperti apa ke depan. Tetapi saya sebetulnya ingin belajar building ini.  Karena saya kan maintenance sudah cukup 13 tahun dengan Ciputra. Saya pikir saya harus membangun.  Harus membangun yang apa yang Ciputra mau wujudkan, Damai Indah 3. Tapi saya harus belajar dulu itu sebenarnya. Niatnya itu. Nah ternyata Royale Jakarta mungkin melihat saya bisa atau bagaimana. Karena waktu itu saya sebenarnya menolak.  Tapi setelah melihat lokasi (calon) lapangan, wah ini cantik juga. Ini di Jakarta. Jadi ada keinginan untuk membangun (lapangan golf).  Apalagi di Jakarta kan (lapangan golf) sedikit sekali.  Saya berdiri tuh di lahan itu, sambil berpikir, ”Aduh ini kalau saya tidak ikut membangun Royal Jakarta ini.  Rasanya saya bodoh.” Saya akhirnya fokus untuk membangun Royal Jakarta.  Jadilah tahun 2008.  Bahkan yang tadinya 18 hole bisa menjadi 27 tahun. Ini Royal Jakarta yang pertama ya. Dan sampai sekarang saya lihat saya happy juga ya. Melihat lapangan selama hampir 24 tahun.

Apa perkataan Pak Ci yang masih Anda ingat dan pahami hingga saat ini?

Ini statement yang Pak Ci bangun bahkan ditangkap oleh banyak developer, “Kalau mau meningkatkan lahan, nilai lahan di satu tempat, bangun lapangan golfnya dulu.” Itu ide Pak Ci tuh.  Original dari beliau. Jadi, saat bangun BSD Course, misalnya, kawasan BSD langsung boom.  Pantai Indah Kapuk sekarang bagaimana kan. (Ciputra) Surabaya begitu hebat kan. Nah begitu juga kan di luar negeri Pak Ci juga bangun dengan konsep seperti itu.  Itu statement dipakai oleh semua orang.  Kota Parahyangan Bandung kan begitu. Tadinya hanya kawasan perumahan, yang kurang bagaimana begitu. Begitu dibangun lapangan golf, dan buat jembatan, harganya sudah langsung naik.  

Latar belakang pendidikan Anda berpengaruh juga dengan pekerjaan yang saat ini ditekuni?

Kalau sebagai superintendent, latar belakang saya sebagai agronom masih berhubungan. Saya lulusan IPB jurusan Agronomi (Budidaya Pertanian dan Perkebunan) Rumput.

Cuma bedanya kalau di Agronomi kan bagaimana kita membuang rumput, menghilangkan rumput dari tanaman utama.  Misalnya, dulu saya bidangnya kelapa sawit atau apa pun area pertanian atau perkebunan. Rumput itu dibuang. Nah, sekarang di balik, bagaimana memelihara rumput.  Itu saja.

Bagaimana Anda melakukan lompatan jauh dari seorang superintendent ke golf builder?

Nah saya melihat peluang dari builder ini.  Setelah banyak bicara dengan Pak Ciputra, lalu kami diterima dengan baik di Royale Jakarta ini, saya melihat peluang yang juga didasari background saya yang agronomis.  Nah, di Royal ini saya belajar desain dari desainer Bob Moore. Dia pun cocok bekerja dengan saya. Dia bahkan mengakui kontribusi lebih saya dalam membuat 2 hole (8 South dan 4 North) Royale Jakarta. Menurutnya, dua hole itu adalah Bob-Qamal Design, tapi memang tidak diumumkan kepada publik. 

Selain Bob Moore, Anda belajar desain dengan siapa lagi? 

Saya belajar dengan Andy Dye. 

Bagaimana bisa bertemu dengan Dye?

Pada 2009 saya diminta Pak Ci untuk menyelesaikan 9 hole Ciputra Golf (Hill Course, hole 19-27). Saya disuruh merenovasi.  Di tengah perjalanan renovasi, Pak Cakra—anak ketiga Pak Ci—meminta saya untuk tetap melibatkan Andi Dye. Di situlah saya ketemu Dye.  Saya juga belajar darinya. Kalau Bob anak sekolahan, Dye ini memang arsitek beneran. Tahun 2012, saya belajar dari Nelson & Haworth, yang desain Bali National. Saya menjadi builder dalam pembuatan Bali National. 

Dari semua orang yang berjasa dalam perjalanan karier Anda hingga saat ini, siapa yang paling berpengaruh dalam karier Anda ini? 

Untuk urusan builder, ada 3 orang: Bob Moore, Andy Dye, dan Nelson & Haworth.  Lalu, kalau orang lokal banyak lah yang mempengaruhi saya. Namun, secara filosofi golf, Pak Ciputra sudah mengenalkan saya. Beliau itu selalu berpikir out-of-the-box,  soal lapangan golf dalam konsep yang menyatu dengan properti itu kan. Untuk urusan building, bagaimana harus membangun golf, Pak Ci mengenalkan saya  soal bagaimana green seharusnya, fairwaynya gimana, dan saya pun diberi pengetahuan belajar rating course kan. Jadi, menurut saya, Pak Ci ini adalah bapak golf. 

Lalu, bagaimana Anda kemudian tiba-tiba masuk dalam perawatan lapangan bola?

Sebetulnya saya tidak mau masuk di bola. Tapi karena waktu itu ada Asian Games 2018 di Gelora Bung Karno (GBK).  Mereka punya masalah dengan rumput di GBK. Akhirnya kami diundang dan diminta menyelesaikan rumput di GBK. Kemudian, di 2022 kemarin, saya mendapat kesempatan dari FIFA untuk menyiapkan venue-venue sebagai persiapan World Cup U-20, yang kemudian berganti menjadi U-17. Ada 35 lapangan bola yang kami kelola agar layak dan nyama dipakai pesepakbola. Nah karena kami cocok dengan FIFA, kami pun direkomendasikan untuk ASEAN sebagai kontraktor. Ya alhamdulillah PSSI mempercayakan kami juga untuk persiapan AFC Cup 2023 di Bali. Kami pun menyiapkan venue untuk pergelaran AFF U-16 pada Juni kemarin dan U-19 di Surabaya pada Juli. Untuk rumput lapangan bola ini, saya pun belajar lagi. 

Membandingkan antara lapangan golf dan bola, mana perawatannya yang lebih sulit? 

Lapangan golf jelas lebih sulit. Lapangan bola itu lebih mudah. Golf itu kan ada tee box, fairway, dan area-area lain. Lapanga bola itu perawatannya seperti tee box. Tee box itu area yang paling banyak diinjak. Jadi harus lebih cepat recovery. Jenis rumput rumput sama antara lapangan golf dan bola. 

Selain belajar langsung dengan orang-orang berpengaruh dalam pekerjaan Anda, apakah ada hal-hal lain yang juga membantu dalam pengetahuan Anda?

Ada 2 buku yang mempengaruhi saya. Pertama, James C. Bird, yang mengajarkan filosofi, desain, sampai segala macam. Lalu, yang kedua dikasih Pak Ci adalah Blue Ocean Strategy.  Blue Ocean ini mengajarkan bagaimana menjalankan bisnis dengan tidak merusak orang lain, tidak berkompetisi.  Jadi saya tidak mau merusak orang lain. Saya berenang  dengan enak untuk bisnis ini.

 

Penulis: YM/ OB Golf

Share with

More News

Akhir Petualangan Chaccara

Kerja Sama Multi-Tahunan dengan FOX Sports

Pergantian Tampuk Kepemimpinan

Soal Slow Play, PGA Didesak Tiru LPGA Tour

Digital Edition

Cover Feb-Mar 2025
Februari - Maret 2025

Quo Vadis LIV Golf League Musim 2025?

Screenshot 2024-12-06 170527
Desember 2024 - Januari 2025

Panggung Istimewa Richard T. Lee

COVER OKT NOV
Oktober - November 2024

Menantikan Pemenang Turnamen Termahal di Indonesia

Ags - Sep 2024
August - September 2024

Bersiap Untuk Kompetisi Terbesar-Pertama Se-Indonesia