Agustus ini, Elaine Widjaja bakal mengarungi pendidikan baru. University of Florida, Gainesville, Florida, AS, nantinya menjadi pelabuhan bagi atlet tim nasional Indonesia ini dalam memperdalam edukasinya. Tidak hanya itu, di perguruan tinggi, Elaine pun akan menjajal dan merasakan ketatnya kompetisi college golf yang menjadi sarana untuk mengasah kemampuan dan meningkatkan jam terbangnya. Dunia perguruan tinggi tentu saja menjadi babak baru yang menantang dan menyenangkan bagi pegolf asal Semarang tersebut. Karier golf yang belum mencapai satu dekade telah membawa Elaine ke berbagai turnamen hingga bisa akhirnya bisa terpilih dalam timnas. Perjalanan golf ini pun akan terus berlanjut dalam level berikutnya. Kepada OB Golf, Elaine berbicara banyak soal satu windu petualangan golfnya.
Mulai start golf kan 2016, sekarang sudah jadi salah satu atlet nasional. Faktor apa yang membuat permainan Elaine melaju pesat?
Pertama support orangtua. Mental orangtua pun bagus terhadap aku. Mereka nggak ngepress aku untuk main bagus, tetapi mereka ngepress aku untuk terus berlatih. Jadi aku bisa have fun. Niat berlatih pun muncul dari diri sendiri pada akhirnya. Hasilnya kan belum tentu selalu bagus. Pasti naik-turun. Papa-Mama paham, nggak mungkin langsung main bagus. Mereka nggak gimana-gimana kalau aku main jelek. Menurut aku, itu sih yang mendorong aku bisa sampai berada di posisi sekarang.
Perubahan apa yang dilakukan Elaine sehingga performanya bisa meningkat?
Empat tahun lalu, ketemu Boom, pelatih Thailand. Swing aku diubah total 100%. Pelan-pelan aku cari cara buat improve. Kini, swingku sudah membaik.
Mengapa swingnya harus diubah?
Waktu aku pertama kali ke sana, Boom lihat swing aku. Terus dia bilang, kamu tuh sangat berbakat lho. Dengan swingmu kayak gini, masih bisa pukul bola. Dia berani bilang, aku mau ubah swing kamu, tapi pasti 3-5 bulan atau mungkin lebih nggak bisa mukul dulu. Cuma, aku harus ubah total. Mama-Papa setuju. Semua game-ku salah. Gripku salah. Backswing-ku over, lalu chicken wing. Over extention. Saat main di Olympic Jabar Amateur Open 2021 (Elaine meraih posisi runner up di nomor individu dan beregu), itu penampilan pertamaku setelah mengubah swing.
Bagaimana performa golf Elaine tahun lalu?
Di 2023, bagus sih. Banyak main under. Ikut SEA Games, lalu main di turnamen-turnamen besar yang resultnya lumayan bagus. Namun, di akhir-akhir musim agak struggle, khususnya di mental game dan swingnya. Karena main under terus, ekspektasiku berubah, dari game yang fun-fun jadi ke pressure, harus main under. Sekarang lagi belajar bagaimana menanganinya.
Tahun ini ada 4 event internasional yang diikuti Elaine. Bagaimana hasilnya?
Di Women’s Australian Masters, Women’s Amateur Asia Pacific, dan Singapore Women’s Open (KLPGA), saya mainnya kurang bagus. Namun, di Queen Sirikit, sudah sedikit membaik.
Apa yang membuat permainan Elaine kurang bagus di musim ini?
Kekuatanku tuh di iron, khususnya dari 120-100 yard tuh gampang dapat birdie. Nah kemarin-kemarin tuh sempat hilang. Aku tuh lagi berlatih untuk mengembalikan itu. Sekarang pun aku perlu meng-improve driver untuk distance. Udah improve, cuma pukulan fairwaynya jadi sedikit. Jadi perlu di-lurusin lagi pukulan drivernya. Di putting aku ada sedikit mental change. Jadi waktu di atas bola, ada sedikit berbeda. Itu juga sudah membantu sih.
Delapan tahun kenal golf, apa pengalaman paling berkesan?
Menang (medali perak) di SEA Games 2023. Aku senang main di team event. Apalagi, bawa Indonesia kan. Pride-nya lebih tinggi. Main di team event tuh kan rasanya beda. Golf itu kan olahraga individual ya. Jadi ketika main beregu tuh rasanya seperti someone is backing me up.
Elaine bisa masuk timnas. Ketika mulai main golf delapan tahun lalu, ada goal buat ke timnas?
Enggak kepikiran sama sekali. Waktu itu I just want to pursue this (sport). Pokoknya main bagus, main bagus. Tidak berpikir untuk masuk timnas. Aku jalani step by step saja.
Ketika naik kelas jadi atlet timnas, otomatis kan jadi pusat perhatian. Nah, bagaimana menghadapinya waktu itu?
Emang perlu banyak belajar (menghadapinya) sih. Dulu aku kan main for fun saja. Apalagi, masih di bawah-bawah. Terus, tahu-tahu harus represent Indonesia, disorot media, dan begitu-begitu kan. Sempat terpengaruh, merasa pressure. Aku coba ngilangin rasa itu. Tapi enggak bisa. Dan itu normal, merasakan pressure itu. Justru kamu mesti peduli dengan pressure itu. Caranya, aku menerima, bahwa aku peduli. Pindahin fokusku ke shot by shot. Ngitung berapa detik tarik nafas dalam. Merhatiin pemandangan. Bersyukur bahwa banyak orang yang mau kesempatan ini. Banyak sih caranya. Harus nemuin yang cocok.
Bagaimana rasanya kalau main jelek?
Aku dulu sempat ngerasa down banget ketika bermain sangat jelek. Karena aku selalu ngait-ngaitin dengan identitas aku kan. Kalau aku main jelek kan, aku enggak pantas untuk perform (waktu itu). Namun, aku mulai belajar bahwa golf bukan segalanya. Golf itu salah satu yang aku jalani. Toh, banyak juga hal yang lebih penting daripada golf. Keluarga, relationship sama orang, kehidupanku. Jadi kan enggak kayak segalanya. Dulu tuh kalau sudah main jelek, aku rasanya, aduh, hidupku itu kayak gimana. Padahal enggak selebay itu.
Selain aktif di golf, sekolah Elaine tetap bisa terjaga, dan bahkan nilai-nilainya pun tetap bagus. Apa rahasianya?
Mama-Papa nggak ngebolehin aku lepas dari edukasi. Golf itu kan susah. Jadi, mesti ada plan B. Kalau enggak mau jadi apa? Menurut Papa, kalau kamu pintar, giat belajar, itu bisa reflect ke golf-nya juga. Giat latihan, pintar how to practice smart. Kuncinya, ya harus enjoy salah satunya. Aku kan enjoy golf. Jadi kalau aku (main) golf, aku enggak merasa terbebani. Golf adalah istirahatku dari belajar, dan belajar itu istirahatku dari golf. Time management-nya juga harus tertata. Aku tahu itu membosankan. Semua ngomong time management. Tapi itu benar adanya.
Agustus ini kan Elaine sudah mulai kuliah. Sudah terbayang akan seperti apa college golf nanti?
Ada gym, mental coach, dan setiap hari ada practice. Di sana kan banyak pemain bagus. Aku harus keluar dari comfort zone. Semoga aku bisa kebawa sama yang lain (pemain-pemain bagus). Semoga bisa open my view.
Seandainya sudah turn pro, lalu ada invitation dari 3 Tour: Japan LPGA, Korean LPGA, dan Thai LPGA. Kira-kira mau pilih yang mana?
Kayaknya Jepang deh. Saya lebih merasa bisa compete di sana. Atmosfer dan weather-nya juga saya suka. Prize money-nya juga besar. Nah, fun fact-nya adalah turnamen Japan LPGA itu lebih banyak dibandingkan yang cowok (Japan Golf Tour).
Penulis: Yulius Martinus/ OB Golf